Kamis, 11 Februari 2016

Slank Ngga Ada Matinya

Gw bukan pemerhati film ang selalu menjadikan cinema layar lebar itu Snn sesuatu yang wajib atau minimal sunnah untuk ditonton/pergi ke bioskop, tapi berhubung iklan di TV gencar nyuguhin perjalanan SLANK akhirnya ngelahirin naluri yang kuat dihati gw untuk diam2 menonton film “Slank: Gak Ada Matinya”, ditambah anak pertama gw "Diendila (15thn)" penasaran atas kisah sang d'legend "Slank". Mau ga mau gw minta restu ke bini (gw + dua anak gw diendila (15thn) dan dienkayla (5 thn) It nonton ke Bioskop.

Karena emang dikamus gw ngga ada hukumnya untuk menjadikan bioskop itu suatu hiburan, jadi ya memang sekalinya gw ama anak gw nonton dibioskop ya.. Kayanya berasa banget moodnya untuk menikmati film. Menurut gw film ini emang sepertinya harus punya hukum yakni "mendekati wajib" untuk ditonton.

Buat gw feelnya dapet banget walau emang sejarah sebenarnya masih kurang fulgar mungkin karena durasi untuk suatu film atau ada skrip dari slank formasi sebelumnya yang memang ngga boleh dipublikasiin. tapi yang terpenting dari keseluruhan cerita udh bisa sebagai prototipe slank yang sebenarnya. pemeran Bimbim (oleh Adipati Dolken) dan Kaka (Ricky Harun) nyaris mendekati 90%. Jadi memang pantas kalo Adipati dinobatkan sebagai pemenang kategori “Pemeran Pembantu Pria Terbaik” di film “Sang Kiai” dalam FFI 2013. Gestur mabok dan cara ngomongnya adipati sebagai Bimbim bisa dibilang lulus (jangan2 adipati dulunya slankers jg).

Untuk ketiga aktor lainnya seperti: Aaron Ashab (sebagai Ivanka), Ajun Perwira (Ridho), dan Deva Mahendra (Abdee) menurut gw masih rada rada aneh, mungkin karena Mereka bertiga ini tergolong pendatang baru di dunia film. Tapi saya akui Deva, Sebagai orang yang besar di Palu, tempat yang sama di mana Abdee idup, udeh layak mewakili simbol perawakan seorang abdee. Walau Gerakan mereka bertiga saat memainkan alat musik, baik saat latihan maupun manggung sangat kurang.

Tidak seperti film Slank sebelumnya “Generasi Biru” (2009) karya sutradara Garin Nugroho, John De Rantau dan Dosy Omar yang menceritakan tentang perjalanan Indonesia melalui lirik-lirik lagu Slank. Film ini berawal saat Slank memasuki titik nadir mereka di tahun 1996-1997. Sebuah periode “Lagi Sedih” dari kelompok yang bermarkas di Jl. Potlot, Duren Tiga, Jaksel, ini. Diawali dengan keluarnya tiga pilar utama mereka: Pay (gitar), Bongky (bass) dan Indra (kibord). Hingga mundurnya gitaris pengganti Reynold di tengah perjalanan tur “30 Kota Slank” di seluruh Indonesia. Untuk menambal kekosongan di sektor itu, diajaklah Ridho dan Abdee. Adalah Lulu Ratna (road manager Slank kala itu) yang mengajak Ridho. Sementara Abdee diajak oleh Ivan, rekan sebandnya di Flash. Maksud hati hanya mencari satu gitaris, eh malah keduanya diajak gabung sebagai personel resmi. Kalo di film ini formasi tersebut sebagai formasi ke-14. Saya sih lebih suka menyebutnya sebagai formasi ke-15. Formasi ke-14 versi saya adalah: Bimbim, Kaka, Ivanka dan Reynold yang mengerjakan album “Lagi Sedih” (1996) setuju??.

Kurun waktu tersebut menjadi fase transisi bagi Slank sebagai sebuah kesatuan dan Bimbim, Kaka, serta Ivan sebagai individu. Kita tahu bahwa di jaman itu mereka bertiga kecanduan parah terhadap narkoba. Hal tersebut tersaji di film arahan Fajar Bustomi ini. Proses mereka untuk mereka lepas dari jeratan barang laknat itu juga diceritakan. Jika kita setia mengikuti kisah tentang Slank dari media massa di jaman itu, kita pasti tahu bahwa Pay berperan tidak sedikit dalam hal kesembuhan ketiga rekannya itu. Dari ketiga orang yang keluar (atau dipecat?) dari Slank itu, Pay adalah orang pertama yang datang ke Potlot dan mengabarkan kepada Bunda Iffet bahwa dirinya telah sembuh. Ia pula yang merekomendasikan nama seorang tabib yang berhasil membuatnya lepas dari julukan drugs junkie . Adegan tersebut ada di film ini. Tapi sosok Pay hanya diambil dari belakang, bahkan namanya tak disebutkan. Slankers baru moga-moga tahu bahwa itu adalah Pay.

Selain perjuangan untuk lepas dari narkoba, ditampilkan pula kisah-kisah asmara yang dialami oleh para personel Slank. Fokus terbesar di sektor ini adalah kisah asmara Bimbim dan Kaka. Bimbim jatuh cinta dengan seorang wanita remaja yang juga adik dari temannya bernama Reny (Alisia Rininta). Pacaran hanya sekitar tiga bulan, Bimbim yang saat itu berumur 33 tahun menikahi Reny yang baru lulus SMP. Sementara kisah asmara Kaka meliputi dua wanita bernama April (Kirana Larasati) dan Tasya (Olivia Jansen). April adalah istri pertama Kaka, sementara Tasya merupakan istri kedua selepas bercerai dengan April yang bertahan hingga kini. Di film ini diceritakan bahwa Kaka memutuskan berpisah dengan April karena tidak tahan dengan kebiasaan istrinya itu yang terus menggunakan narkoba, sementara dirinya sudah bertekad untuk bersih. Ia lalu jatuh cinta dengan Tasya, seorang fashion stylist , yang kemudian dinikahinya. Ada pula kisah percintaan Ridho dengan Wanda Hamidah (Angelica Simperler), hingga akhirnya menikahi Ony Seroja (Mikha Tambayong). Juga proses awal Ivanka saat melamar Putri Dewi Arianti (Sahila Hisyam). Abdee sendiri di film ini tidak banyak disorot kehidupan pribadinya. Mungkin karena saat itu statusnya telah menjadi suami dari Anita Desy Farida. Hanya ada satu
scene yang memperlihatkan bagaimana Abdee menghampiri putri semata wayangnya, Alanis Nurulizah, yang sedang bermain piano. Scene tentang Abdee lebih banyak di adegan saat dirinya harus mengawal ketiga rekannya saat dalam proses penyembuhan. Ia bersama Ridho memang bertugas menjadi “satpam” bagi Bimbim, Kaka, dan Ivan selama proses rehab itu. Tidak jarang mereka beradu mulut hingga adu jotos. Ridho malah sempat berniat cabut karena tidak tahan dengan situasi internal Slank.

Secara umum, film ini memang sangat layak ditonton oleh Slankers karena disajikan lebih “ringan” dibanding film “Generasi Biru”. Dan yang lebih penting lagi karena kisahnya otentik. Tidak ada yang meleset, film ini telah dipersiapkan selama lima tahun. Para personel asli Slank juga turun tangan menjadi narasumber bagi Cassandra Massardi yang bertugas sebagai penulis skenario. Tidak heran jika kisahnya presisi. Selain yang sudah saya sebutkan di atas, ada juga Meriam Bellina. Aktingnya sebagai Bunda Iffet menurut gw sangat keren. Dia satu-satunya pemeran wanita yang sangat menonjol di sini. Klo inget sosok meriam bellina pada film taon 9an, otak gw selalu enek, skeptis ngeliat peran perannya. Tapi difilm ini gw jadi memberikan penghargaan pribadi buat kepribadian seorang meriam bellina. Satu lagi Alisia Rininta, Cewek yang akan bermain di film “7 Misi Rahasia Sophie" ini cakep banget. Pas lah memerankan Reny yang juga cakep itu. H h h hehe

Selain itu ada juga penampilan cameo dari Bimbim, Kaka, Ivanka, Ridho, Abdee, Bunda Iffet, Nadine Alexandra, Ringo Agus Rahman, Desta, Inggrid Widjanarko, Epy Kusnandar, Piyu, Ustad Yusuf Mansyur, Poppy Sovia, Tora Sudiro, Hanung Bramantyo, dan The Changcuters.

Yang menarik di film ini, yaitu adegan saat Slank diminta tampil bukan sebagai band terakhir. Pas habis main, sebagian besar penonton yang slankers itu memilih meninggalkan lapangan. Padahal masih ada satu band penampil terakhir. Meski tak eksplisit, sosok yang muncul kemudian dan mengumpat itu dapat ditebak adalah  AD pentolan Dewa. Aslinya kejadian itu terjadi di Konser Akbar Supergroup, Ancol, Jakarta, 1997. Pengisinya waktu itu adalah: Pas Band, /rif, Netral, Edane, Gigi, Slank dan Dewa 19.

Hebat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

THE DREAM THEATER MEMBUNUHKU

KEBOLAK BALIK HATI #1 Pertanyaan Dan Perkataan Mengerikan Ada pertanyaan, pertanyaan yang paling saya takutkan : "Pak..., imanku ...